Kamis, 28 April 2011

Semoga Kami Dapat Bersabar Dalam Menggenggam Bara Api

Oleh: Khodimul Ummah

Kawan pernahkah kita merasakan panasnya bara api?, ya entah saat kita sedang masak di tungku kayu bakar, membakar sate atau pun ketika kita menikmati api unggun saat berkemah di pegunungan. Ketika itu kita berharap dapat menikmati apa yang kita masak tapi dengan kosekuensi akan merasakan panasnya api. Atau ketika kita ingin menikmati nuansa malam di pegunungan dengan diperhangat oleh api unggun, walau terkadang kita merasakan panasnya percikan dari bara apinya. Kawan, pada saat itu mungkin sebagian orang tidak akan menghiraukan rasa panas yang mereka dapatkan karena kenikmatan hidangan yang mereka masak atau keindahan dan kehangatan nuansa malam.

Lalu mampukah kita memahami dan bersabar pada panasnya bara api yang terdapat pada sabda Rasulullah Saw: “Setelah engkau akan datang masa kesabaran. Sabar pada masa itu seperti menggenggam bara api. Orang-orang yang bersabar akan mendapatkan pahala sebagaimana lima puluh orang laki-laki yang mengerjakan perbuatan tersebut. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pahala lima puluh (laki-laki) diantara mereka? Rasul menjawab, “Bukan tetapi pahala lima puluh orang laki-laki diantara kalian.” (HR. Abu Dawud).
Saudaraku, kita sebagai umat muslim apakah mampu memahami jika kemaksiatan ataupun fitnah-fitnah yang menghantam umat ini, sangatlah membutuhkan kesabaran dalam diri yang mendalam. Isu terorisme yang menyakitkan telah menghantui umat muslim dalam menjalankan beberapa sunah Rasul yang sederhana namun mulia, misalnya ikhwan (laki-laki) berjenggot dan berpakaian gamis dianggap Ekstrim, padahal hal itu merupakan upaya bentuk penghormatan dan rasa cinta kita atas kemulyaan Rasulullah Saw atau merupakan ikhtiar dalam berlomba dalam kebaikan dengan menjalan sunah-sunahnya sesuai ketetapan syariat yang ada. Akhwat (perempuan) yang berhijab syar’i bahkan bercadar baik fisik atau hatinya, dengan kejinya  dianggap terbelakang oleh orang-orang yang berkiblat ‘kebebasan’(keblinger), padahal syariat dengan kewajiban berhijab untuk kaum perempuan merupakan upaya bentuk penghormatan dan penjagaan agar tidak mudah dilecehkan. Jika saja boleh mulut ini lancang bertutur, ibarat batu mulia (emas, berlian, intan dan permata) yang dijaga dan tidak semua orang boleh memegangnya bahkan menikmati keindahannya sehingga kemulyaan dan keindahanya tidak tergores dan tetap terjaga. Namun Islam dengan syaringatnya menjadikan Muslimah shalihah lebih dari itu, karena mereka adalah bidadari-bidadari penyejuk hati yang sering disebut oleh manusia yang mulia, Rasulullah Saw.  
Kesabaran ini bukanlah berarti pasrah, sabar dalam konteks ini adalah terus bergerak tuk menjaga kemulyaan Islam walau terasa bagaikan menggenggam bara api, jika dilepas maka akan jadi abu, dan jika digenggam agar terjaga keutuhan namun harus sabar dalam panasnya. Ya, kenapa harus bergerak?, karena rasa panas (cobaan/fitnah) itu bukan hanya yang menyerang dari luar, akan tetapi juga tentang menyikapi kemaksiatan di sekitar kaum muslim dan pada diri kita masing-masing.

Dalam menghadapi kemaksiatan yang ada,  Rasulullah bersabda: “Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu (mengubah dengan tangannya) maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya, jika ia tidak mampu (mengubah dengan lisannya),  maka hendaklah ia mengubah dengan hatinya, dan dibalik ini ada keimanan sebiji sawipun”. (HR. Muslim).
Maka berbahagialah orang-orang yang tetap konsisten dengan syariat Islam karena sesungguhnya perlawanan, dan keteguhan seorang muslim sekadar dengan kekuatan dan kemampuannya. Menurut beberapa ulama kita pun harus pandai dan bijak dalam menyikapi kemaksiatan yang ada dan tidak serampangan sehingga agar pada akhirnya tidak menimbulkan masalah baru, misalnya dalam menghadapi kemungkaran yang terorganisir (Ex; korupsi, aliran sesat dkk) maka tidak ada kata lain selain dengan rapatkan barisan, bergerak dalam jamaah namun tidak gegabah. Umat muslim sangat membutuhkan yang namanya sulthon atau kekuatan tangan dalam bentuk kekuasaan, karena salah satunya dengan cara memiliki orang-orang yang mempunyai kekuasaan dalam hal memberikan kebijakan publiklah yang akan mudah menangani permasalahan yang ada. Kurang tepat jika kita bergerak masing-masing, tanpa memperhatikan dampak yang akan timbul nantinya.
Kenapa kita harus mengikut campuri urusan (kemungkaran/kedzaliman) orang lain, bukankah kita malah menjadi pengganggu dan pelanggar Hak Asasi Manusia?, bukan begitu kawan, akan tetapi ini bentuk rasa cinta kita antara sesama makhluk, karena dalam sebuah hadits yang garis besar dari isiny sebagai berikut, jika  melihat ada orang yang berbuat kedzaliman kepada orang lain maka tolonglah keduanya artinya yang didzalimi otomatis wajib di tolong, dan bagaimana dengan yang mendzalimi  kenapa wajib ditolong? Karena agar ia tidak menyesal dan mendapatkan balasan dari perbuatannya. Jika semua kemaksiatan menjadi pembenaran hak asasi manusia yang tidak boleh ditegur, maka sebenarnya malah sebaliknya, yang ditimbulkan adalah kekacauan dalam hukum yang ada di dunia ini karena semua  manusia akan bertindak semaunya dan akhirnya saling berbenturan antar kepentingan. Maka Islam dengan segala kesempurnaan syariatnya yang Allah SWT turunkan untuk mengatur semua itu, agar tetap berjalan di shirothol mustaqiem, dan menjadi pembeda antara Haq dengan yang batil.
Saudaraku, kitapun jangan melupakan dengan diri kita masing-masing yang dapat terjebak dan  tergoda dengan rayuan-rayuan hawa nafsu. Disinilah kita akan merasakan panasnya bara api di hati kita ketika kita melawan hawa nafsu dalam diri. Ini nasehat buat saya khususnya, semoga kita dapat melawan setan dalam qolbu dan Allah meneguhkan keimanankita. Amien.
Wallahu a’lam,,


Khodimul Ummah
                                               

0 komentar:

Posting Komentar