Sabtu, 05 Maret 2016

Kajian Islam Fsi-Ku (KALAMKU) Edisi Perdana

Bersatu Dalam Naungan Allah SWT

Kata bersatu sering diidentikkan dengan kata bersama-sama. Karena ketika seseorang ingin bersatu maka seseorang tersebut harus bersama-sama dengan orang lain dan tidak mungkin kata bersatu ini merujuk kepada kesendirian.

Kata bersatu juga sering kita temui di banyak tempat, mulai dari jargon-jargon khas caleg-caleg sewaktu pemilu sampai dengan di seminar-seminar motivator terkemuka sekalipun.
Sebenarnya apakah kata bersatu tersebut benar-benar dapat kita praktekkan di dalam kehidupan kita? Jawabannya tergantung masing-masing individu yang menjawabnya. Tetapi yang pasti adalah kata bersatu itu memiliki filosofinya tersendiri. Dan filosofi dari kata bersatu tidak hanya ada satu macam tetapi terdiri dari berbagai macam filosofi.

Yang pertama adalah bersatu itu berarti kita harus bersama-sama dengan orang lain. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa memang dari segi bahasanya kata bersatu ini seharusnya sepadan dengan kata bersama-sama karena bersatu pasti harus bersama-sama dengan orang lain. Apalagi pada hakikatnya manusia di seluruh dunia itu harus bersatu dengan orang lain. Mengapa? Karena manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup sendirian, pasti ada saatnya ketika kita meminta bantuan kepada orang lain walaupun kita bersikeras dapat hidup sendiri tapi tidak dapat dipungkiri bahwa bersatu atau dengan kata lain bersama-sama itu merupakan suatu  yang wajib kita lakukan sebagai makhluk sosial

Yang kedua adalah saat kita bersatu atau bersama-sama dengan orang lain maka kemungkinan besar tidak mungkin atau mustahil bagi kita untuk bisa sama dengan orang yang bersama kita tersebut. Karena yang sering kita jumpai di jargon-jargon dan juga pada hakikatnya bersama belum tentu sama. Dua orang yang bersama-sama pasti pada akhirnya kedua orang tersebut memiliki perbedaan satu sama lain sekalipun dua orang tersebut adalah seorang kembar siam yang artinya kembar yang artinya kembar yang benar-benar mirip dari segi fisik tapi pasti memiliki perbedaan dari segi sifat dan wataknya. Apalagi jika dua orang yang bersatu tersebut adalah dua orang suami istri pasti keduanya memiliki perbedaan yang sangat banyak dan tidak mungkin bisa sama, yang satu sudah pasti laki-laki dan yang satunya lagi pasti perempuan. Dan perbedaan tersebut seringkali pada akhirnya melahirkan yang namanya konflik, baik konflik sepele antara suami istri sampai dengan konflik yang bisa mengancam seluruh dunia seperti konflik antar pemerintah yang ada diberbagai belahan dunia.
Oleh karena itu ketika kita bersatu atau bersama-sama tersebut, maka bersatunya kita atau bersama-samanya kita harus diorientasikan dengan bersatu yang mengikutsertakan Allah SWT di dalamnya. Atau dengan kata lain bersatu dalam naungan Allah SWT. Dalam konteksnya dengan dakwah Islam maka sudah seharusnya dalam dakwah tersebut kita beramal jama’i, artinya kita tidak sendiri-sendiri dalam menyeru kepada kebaikkan tersebut tetapi harus bersama-sama. Hal inilah yang bisa kita sebut sebagai bersatu dalam naungan Allah, yaitu beramal jama’i dalam menyebar dakwah Islam.

Bekal kita ketika beramal jama’i adalah Iman dan Takwa kita kepada Allah SWT. Ada enam orientasi ketika kita sudah mengikuti rombongan amal jama’i berdakwah di jalan Allah SWT.

Orientasi yang pertama adalah komitmen awal kita ketika ikut dalam rombongan amal jama’i tersebut adalah niat karena Allah SWT dan tujuan awal kita ketika ikut dalam barisan tersebut adalah meraih ridho Allah SWT.

Orientasi yang kedua adalah menjadikan urusan selain urusan kepada Allah itu kecil. Artinya segala urusan yang tujuannya bukan karena Allah di dalamnya dianggap sebagai urusan yang sepele atau alias tidak penting untuk segera kita kerjakan sebaliknya jika urusan tersebut adalah untuk membela panji syiar Islam di bumi Allah atau mengerjakan kebaikkan-kebaikkan serta ibadah yang tujuannya karena Allah menjadi urusan yang dinomor satukan dan yang paling awal akan kita kerjakan.

Orientasi yang ketiga adalah meyakini adanya keberkahan di atas kebaikkan. Artinya akan adanya kebaikkan-kebaikkan yang akan kita dapatkan ketika kita berada di dalam barisan amal jama’i, baik itu kebaikkan berupa pahala maupun kebaikkan berupa dipermudahnya segala urusan kita ataupun ditambahnya rezeki yang diberikan kepada kita.

Orientasi yang keempat adalah kita sebagai rombongan amal jama’i berdakwah di jalan Allah harus mengedepankan yang namanya kesholehan kolektif. Artinya jangan sampai dalam satu rombongan tersebut yang sholeh/ah hanya kita saja ataupun yang sholeh/ah hanya sebagian orang saja, tetapi kalau memungkinkan yang sholeh/ah tersebut adalah semua orang yang ada di dalam rombongan amal jama’i tersebut bagaimanapun caranya. Karena mereka merupakan teman seperjuangan kita sekaligus saudara seiman jangan sampai yang masuk surga hanya satu orang atau sebagian orang saja dari banyaknya orang yang berada di rombongan tersebut. Seperti dalam surah Ali-Imron ayat 102-103:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama), dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS: Ali-Imron: 102-103)

Orientasi yang kelima adalah kita harus bertanggung jawab dalam menjaga ukhuwah dan dakwah. Artinya ketika kita sudah di dalam barisan dakwah tersebut, maka kita memiliki tanggung jawab dalam menjaga ukhuwah, baik antar sesama teman satu perjuangan maupun dengan objek dakwah kita. Dan juga kita bertanggung jawab dalam berdakwah, artinya ketika kita sudah bergabung dalam amal jama’i yang tujuannya untuk berdakwah, maka kita harus ikut berdakwah jangan hanya menjadi penonton dan pada akhirnya memberatkan saudara-saudara kita atau teman seperjuangan kita lainnya yang juga ikut serta di dalamnya.

Orientasi yang keenam adalah ketika kita sudah bersatu dalam amal jama’i maka jangan sampai ada ambisi terselubung di dalamnya dan mulai banyak melakukan amal kebaikkan. Artinya jangan sampai niat kita ketika ikut jama’ah tersebut hanya untuk mencari jodoh atau hanya untuk agar terkenal, maka yang akan kita dapatkan adalah sesuai dengan yang kita niatkan. Ketika kita niatnya mencari jodoh yang kita akan dapatkan adalah jodoh. Beda halnya dengan ketika kita niatnya karena Allah SWT semata maka semuanya akan kita dapatkan sekaligus. Artinya baik jodoh atau popularitas akan kita dapatkan sendirinya tanpa kita niatkan yang bisa dikatakan sebagai bonus. Sementara itu kita juga harus banyak-banyak melakukan amal kebaikkan ketika kita seudah bersatu dalam jama’ah tersebut karena setiap amal kebaikkan yang kita lakukan maka akan menambah keberkahan dari pergerakkan yang kita lakukan. Dan sebaliknya jika banyak amal keburukkan atau maksiat yang kita lakukan walaupun sudah bergabung dalam amal jama’i tersebut, maka malah akan memberatkan turunnya ridho Allah terhadap pergerakkan yang telah kita lakukan.

Setelah kita mengetahui enam orientasi yang harus kita lakukan ketika ikut rombongan amal jama’i yang tujuannya berdakwah menyerukan kebaikkan, maka kita harus segera melakukan hal tersebut agar segala tujuan dari jama’ah tersebut dapat terpenuhi. Dan walaupun kita sudah bersatu dalam naungan Allah tetapi perbedaan-perbedaan pasti akan terjadi seperti kata jargon-jargon yang telah disebutkan di awal bahwa bersama tidak akan bisa sama. Tetapi dengan kita bersama-sama bersatu di dalam naungan Allah dan sudah menjalankan enam orientasi di atas perbedaan-perbedaan tersebut insya Allah tidak akan melahirkan yang namanya konflik tetapi melahirkan yang namanya ukhuwah, ukhuwah Islamiyah.

Wallahualam bishowab
Akhirul kalam wa bilahi taufik wal hidayah
Wassalamualaykum warrohmatullahi wabarokatuh

0 komentar:

Posting Komentar